Entri Populer

Senin, 15 April 2013

Transactional Analysis

Analisis Transaksional (AT) adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional. AT dapat dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan kelompok. Pendekatan ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan. Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh klien, juga dalam proses terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan yang diambil oleh klien. Maka proses terapi mengutamakan kemampuan klien untuk membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan hidupnya sendiri.
AT dikembangkan oleh Eric Berne tahun 1960 yang ditulisnya dalam buku Games People Play. Berne adalah seorang ahli ilmu jiwa terkenal dari kelompok Humanisme. Pendekatan analisis transaksional ini berlandaskan teori kepribadian yang berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini menyajikan suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu : orang tua, orang dewasa, dan anak. Pada dasarnya teori analisis transaksional berasumsi bahwa orang-orang bisa belajar mempercayai dirinya sendiri, berpikir, dan memutusakan untuk dirinya sendiri, dan mengungkapkan perasaan- perasaannya.
Dalam mengembangkan pendekatan ini Eric Berne menggunakan berbagai bentuk permainan antara orang tua, orang dewasa dan anak. 
Dalam eksprerimen yang dilakukan Berne mencoba meneliti dan menjelaskan bagaimana status ego anak, orang dewasa dan orang tua, dalam interaksi satu sama lain, serta bagaimana gejala hubungan interpersonal ini muncul dalam berbagai bidang kehidupan seperti misalnya dalam keluarga, dalam pekerjaan, dalam sekolah, dan sebagainya.
Dari eksperimen ini Berne mengamati bahwa kehidupan sehari-hari banyak ditentukan oleh bagaimana ketiga status ego (anak, dewasa, dan orang tua) saling berinteraksi dan hubungan traksaksional antara ketiga status ego itu dapat mendorong pertumbuhan diri seseorang, tetapi juga dapat merupakan sumber-sumber gangguan psikologis. Percobaan Eric Berne ini dilakukan hamper 15 tahun dan akhirnya dia merumuskan hasil percobaannya itu dalam suatu teori yang disebut Analisis Transaksional dalam Psikoterapi yang diterbitkan pada tahun 1961. Selanjutnya tahun 1964 dia menulis pula tentang Games Pupil Play, dan tahun 1966 menerbitkan Principles of Group Treatment. Pengikut Eric Berne adalah Thomas Harris, Mc Neel J. dan R. Grinkers.
KONSEP-KONSEP UTAMA
Konsep Dasar Pandangan tentang sikap manusia
Analisis Transaksional berakar dalam suatu filsafat anti deterministik yang memandang bahwa kehidupan manusia bukanlah suatu yang sudah ditentukan. Analisis Transaksional didasarkan pada asumsi atau anggapan bahwa orang mampu memahami keputusan-keputusan pada masa lalu dan kemudian dapat memilih untuk memutuskan kembali atau menyesuaikan kembali keputusan yang telah pernah diambil. Berne dalam pandangannya meyakini bahwa manusia mempunyai kapasitas untuk memilih dan, dalam menghadapi persoalan-persoalan hidupnya.
Kata transaksi selalu mengacu pada proses pertukaran dalam suatu hubungan. Dalam komunikasi antarpribadi pun dikenal transaksi, yang dipertukarkan adalah pesan pesan baik verbal maupun nonverbal. Analisis transaksional sebenarnya bertujuan untuk mengkaji secara mendalam proses transaksi (siapa-siapa yang terlibat di dalamnya dan pesan apa yang dipertukarkan).
Perwakilan Ego
Dalam diri setiap manusia, seperti dikutip Collins (1983), memiliki tiga status ego. Sikap dasar ego yang mengacu pada sikap orang tua (Parent= P. exteropsychic); sikap orang dewasa (Adult=A. neopsychic); dan ego anak (Child = C, arheopsychic). Ketiga sikap tersebut dimiliki setiap orang (baik dewasa, anak-anak, maupun orangtua). AT menggunakan suatu sistem terapi yang berlamdaskan pada teori kepribadian yang menggunakan pola perwakilan ego yang erpisah; orang tua, orang dewasa, dan anak. Menurut corey (1988), bahwa ego orang tua adalah bagian kepribadian yang merupakan introyeksi dari orang tua atau subtitusi orang tua. Jika ego orang tua itu dialami kembali oleh kita, maka apa yang dibayangkan adalah perasaan-perasaan orang tua kita dalam suatu situasi, atau kita merasa dan bertindak terhadap orang lain dengan cara yang sama dengan perasaaan dan tindakan orang tua kita terhadap diri kita. Ego orang tua berisi perintah-perintah “harus” dan “semestinya”. Orang tua dalam diri kita bisa “orang tua pelindung” atau orang tua pengkritik”.
 Ego orang dewasa adalah pengolah data dan informasi., adalah bagian objektif dari kepribadian, juga menjadi bagian dari kepribadian yang mengetahui apa yang sedang terjadi. Dia tidak emosional dan meghakimi, tetapi menangani fakta-fakta dan kenyataan ekternal. Berdasarkan informasi yang tersedia, ego orang dewasa menghasilkan pemecahan yang paling baik untuk masalah-masalah tertentu.
Selanjutnya, ego anak berisi perasaan-perasaan, dorongan dan tindakan yang bersifat spontan, “anak” yang berada dalam diri kita bisa berupa “anak alamiah,” adalah anak yang impulsif, tak terlatih, spontan, dan ekspresif. Dia adalah bagian dari ego anak yang intuitif. Ada juga berupa “anak disesuiakan,” yaitu merupakan modifikasi-modifikasi yang dihasilkan oleh pengalaman traumatik, tuntutan-tuntutan, latihan, dan ketepatan-ketepatan tentang bagaimana caranya memperoleh perhatian.

Logoterapi

Pengertian Logoterapi

Logoterapi diperkenalkan oleh Viktor Frankl, seorang dokter ahli penyakit saraf dan jiwa (neuro-psikiater). Logoterapi berasal dari kata “logos” yang dalam bahasa Yunani berarti makna (meaning) dan juga rohani (spirituality), sedangkan terapi adalah penyembuhan atau pengobatan. Logoterapi secara umum dapat digambarkan sebagai corak psikologi/ psikiatri yang mengakui adanya dimensi kerohanian pada manusia di samping dimensi ragawi dan kejiwaan, serta beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will of meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningful life) yang didambakannya.
Ada tiga asas utama logoterapi yang menjadi inti dari terapi ini, yaitu:
  1. Hidup itu memiliki makna (arti) dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup.
  2. Setiap manusia memiliki kebebasan – yang hampir tidak terbatas – untuk menentukan sendiri makna hidupnya. Dari sini kita dapat memilih makna atas setiap peristiwa yang terjadi dalam diri kita, apakah itu makna positif atupun makna yang negatif. Makna positif ini lah yang dimaksud dengan hidup bermakna.
  3. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mangambil sikap terhadap peristiwa tragis yang tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa dirinya sendiri dan lingkungan sekitar.  Contoh yang jelas adalah seperti kisah Imam Ali diatas, ia jelas-jelas mendapatkan musibah yang tragis, tapi ia mampu memaknai apa yang terjadi secara positif sehingga walaupun dalam keadaan yang seperti itu Imam tetap bahagia.

Ajaran Logoterapi
Ketiga asas itu tercakup dalam ajaran logoterapi mengenai eksistensi manusia dan makna hidup sebagai berikut.
a.       Dalam setiap keadaan, termasuk dalam penderitaan sekalipun, kehidupan ini selalu mempunyai makna.
b.      Kehendak untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama setiap orang.
c.       Dalam batas-batas tertentu manusia memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi untuk memilih, menentukan dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya.
d.      Hidup bermakna diperoleh dengan jalan merealisasikan tiga  nilai kehidupan, yaitu nilai-nilai kreatif (creative values), nilai-nilai penghayatan (eksperiental values) dan nilai-nilai bersikap (attitudinal values).

Tujuan dari logoterapi adalah agar setiap pribadi:
a.       memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada setiap orang terlepas dari ras, keyakinan dan agama yang dianutnya;
b.      menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dan diabaikan bahkan terlupakan;
c.       memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mamp[u tegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.

Pandangan Logoterapi terhadap Manusia
a.       Menurut Frankl manusia merupakan kesatuan utuh dimensi ragawi, kejiwaan dan spiritual. Unitas bio-psiko-spiritual.
b.      Frankl menyatakan bahwa manusia memiliki dimensi spiritual yang terintegrasi dengan dimensi ragawai dan kejiwaan. Perlu dipahami bahwa sebutan “spirituality” dalam logoterapi tidak mengandung konotasi keagamaan karena dimens ini dimiliki manusia tanpa memandang ras, ideology, agama dan keyakinannya. Oleh karena itulah Frankl menggunakan istilah noetic sebagai padanan dari spirituality, supaya tidak disalahpahami sebagai konsep agama.
c.       Dengan adanya dimensi noetic ini manusiamampu melakukan self-detachment, yakni dengan sadar mengambil jarak terhadap dirinya serta mampu meninjau dan menilai dirinya sendiri.
d.      Manusia adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar serta senantiasa berinteraksi dengan sesama manusia dalam lingkungan sosial-budaya serta mampu mengolah lingkungan fisik di sekitarnya.

Logoterapi sebagai Teori Kepribadian
Kerangka pikir teori kepribadian model logoterapi dan dinamika kepribadiannya dapat digambarkan sebagai berikut:
Setiap orang selalu mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam pandangan logoterapi kebahagiaan itu tidak datang begitu saja, tetapi merupakan akibat sampingan dari keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya untuk hidup bermakna (the will to meaning). Mereka yang berhasil memenuhinya akan mengalami hidup yang bermakna (meaningful life) dan ganjaran  (reward) dari hidup yang bermakna adalah kebahagiaan (happiness). Di lain pihak mereka yang tak berhasil memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup serta merasakan hidupnya tidak bermakna (meaningless). Selanjutnya akibat dari penghayatan hidup yang hampa dan tak bermakna yang berlarut-larut tidak teratasi dapat mengakibatkan gangguan neurosis (noogenik neurosis) mengembangkan karakter totaliter (totalitarianism) dan konformis (conformism). 



 Oleh : Luthfi Seli Fauzi

Person Centered Therapy - Carl Rogers

Central to Rogers' (1959) theory adalah gagasan tentang diri atau konsep diri. Ini didefinisikan sebagai "set, terorganisir konsisten persepsi dan keyakinan tentang diri sendiri". Ini terdiri dari semua ide dan nilai-nilai yang menjadi ciri 'I' dan 'saya' dan termasuk persepsi dan menilai dari 'apa yang saya' dan 'apa yang bisa saya lakukan' 

Salah satu perbedaan utama antara konselor dan terapis humanistik lainnya adalah bahwa mereka merujuk kepada mereka dalam terapi sebagai 'klien', bukan 'pasien'. Hal ini karena mereka melihat terapis dan klien sebagai mitra sejajar dan bukan sebagai ahli mengobati pasien.

Tidak seperti terapi lain klien bertanggung jawab untuk meningkatkan hidupnya, bukan terapis. Ini adalah perubahan yang disengaja dari kedua psikoanalisis dan terapi perilaku dimana pasien didiagnosis dan diobati oleh dokter. Sebaliknya, klien sadar dan rasional memutuskan untuk diri mereka sendiri apa yang salah dan apa yang harus dilakukan tentang hal itu. Terapis adalah lebih dari seorang teman atau konselor yang mendengarkan dan mendorong pada tingkat yang sama.

Salah satu alasan mengapa Rogers (1951) dikeluarkan interpretasi adalah bahwa ia percaya bahwa, meskipun gejala tidak timbul dari pengalaman masa lalu, itu lebih berguna bagi klien untuk fokus pada masa sekarang dan masa depan dari pada masa lalu. Daripada hanya klien membebaskan dari sana masa lalu, sebagai terapis psikodinamik bertujuan untuk melakukan, Rogerians berharap dapat membantu klien mereka untuk mencapai pertumbuhan pribadi dan akhirnya untuk diri mengaktualisasikan.

Seseorang memasuki terapi orang berpusat dalam keadaan ketidaksesuaian. Ini adalah peran terapis untuk membalikkan situasi ini. Rogers (1959) disebut pendekatan terapi nya terapi berpusat pada klien atau orang-berpusat karena fokus pada pandangan subyektif seseorang dunia.

Rogers dianggap setiap orang sebagai "individu yang berpotensi kompeten" yang bisa mendapatkan keuntungan yang besar dari wujudnya terapi. Tujuan terapi humanistik Roger adalah untuk meningkatkan perasaan seseorang harga diri, mengurangi tingkat ketidaksesuaian antara diri ideal dan aktual, dan membantu seseorang menjadi lebih dari orang yang berfungsi sepenuhnya.

Klien-tengah terapi beroperasi sesuai dengan tiga prinsip dasar yang mencerminkan sikap terapis untuk klien:

    
1. Terapis adalah sama dan sebangun dengan klien.

    
2. Terapis menyediakan klien dengan hal positif tanpa syarat.

    
3. Terapis menunjukkan pemahaman empati kepada klien.

 
Kongruensi dalam Konseling  
Kongruensi juga disebut keaslian. Kongruensi adalah atribut paling penting dalam konseling, menurut Rogers. Ini berarti bahwa, tidak seperti terapis psikodinamik yang umumnya memelihara 'layar kosong' dan mengungkapkan sedikit kepribadian mereka sendiri dalam terapi, yang Rogerian sangat ingin untuk memungkinkan klien untuk mengalami mereka sebagaimana adanya. Terapis tidak memiliki façade (seperti psikoanalisis), yaitu, pengalaman terapis internal dan eksternal adalah satu dalam sama. Singkatnya, terapis itu asli.

Unconditional Positif RegardKondisi inti berikutnya Rogerian adalah hal positif tanpa syarat. Rogers percaya bahwa bagi orang untuk tumbuh dan memenuhi potensi mereka adalah penting bahwa mereka dihargai sebagai diri mereka sendiri. Hal ini mengacu pada kepedulian terapis mendalam dan tulus untuk klien. Terapis mungkin tidak menyetujui beberapa tindakan klien, tetapi terapis tidak menyetujui klien. Singkatnya, terapis perlu memiliki sikap "Saya akan menerima Anda seperti Anda." Konselor orang-berpusat demikian berhati-hati untuk selalu menjaga sikap positif kepada klien, bahkan ketika muak dengan tindakan klien.Empati adalah kemampuan untuk memahami apa yang klien rasakan. Hal ini mengacu pada kemampuan terapis untuk memahami sensitif dan akurat [tapi tidak simpatik] pengalaman klien dan perasaan di sini-dan-sekarang. Bagian penting dari tugas konselor orang-berpusat adalah mengikuti persis apa yang klien rasakan dan mengkomunikasikan kepada mereka bahwa terapis mengerti apa yang mereka rasakan.

Dalam kata-kata Rogers (1975), pemahaman empatik yang akurat adalah sebagai berikut:"Jika saya benar-benar terbuka untuk jalan kehidupan yang dialami oleh orang lain ... jika saya dapat mengambil nya atau dunia ke dalam tambang, maka saya melihat risiko hidup nya atau cara nya ... dan sedang berubah sendiri, dan kami semua menolak perubahan. Karena kita semua menolak perubahan, kita cenderung untuk melihat dunia orang lain hanya dalam hal kita, bukan dalam nya atau miliknya Kemudian kita menganalisis dan mengevaluasi.. Kami tidak mengerti dunia mereka. Tapi, ketika terapis tidak mengerti bagaimana benar-benar merasa berada di dunia orang lain, tanpa ingin atau mencoba untuk menganalisis atau menilai, maka terapis dan klien benar-benar bisa mekar dan tumbuh di iklim itu. "


ReferensiMearns, P., & Thorne, B.Person-Centred Konseling dalam Aksi (Konseling dalam seri Aksi). London: SAGE Publications LtdRogers, Carl. (1951). Client-centered Therapy: Praktek Saat Its, Implikasi dan Teori. London: Constable.Rogers, C. (1959). Sebuah Teori Hubungan Terapi, Kepribadian dan Interpersonal yang Dikembangkan dalam Kerangka Client-centered. Dalam (ed.) S. Koch, Psikologi: Sebuah Studi Sains. Vol. 3: Formulasi Pribadi dan Konteks Sosial. New York: McGraw Hill.Rogers, Carl R. (1986). Carl Rogers pada Pengembangan Pendekatan Orang-Centered. Orang-Centered Ulasan, 1 (3), 257-259.- Lihat lebih lanjut di: http://www.simplypsychology.org/client-centred-therapy.html # sthash.6DTuhUcj.z3e7xvwb.dpuf